Cermin #6
Sumber
gambar: beckbelajar.blogspot.com
Segala
sesuatu memiliki tatakan atau landasan, begitu kata seorang doktor. Pun
demikian dengan kurikulum pendidikan yang dilandasi oleh pandangan filosofis
tertentu. Paul Ernest, seorang ilmuan, menyatakan dalam peta pendidikan yang
dibuatnya, bahwa terdapat lima ideologi dalam pendidikan matematika meliputi
industrial trainer (diusung kaum industrialis), technological pragmatist, old humanist,
pendidikan progresif dan pendidikan untuk semua (education for all; dalam
referensi lain disebut sebagai public educator).
Pertama
kaum, kaum industrialis. Menurut pandangan kaum industrialis, semua dikerahkan
untuk kepentingan industri termasuk pendidikan. Maka, bagi mereka, seni dalam
pendidikan tidak bermanfaat. Pendidikan diarahkan pada hal-hal untuk menjadikan
anak didik sebagai tenaga kerja. Pada jenjang pendidikan dasar, misalnya,
merupakan pengaruh kaum industrialis jika muatan kurikulumnya hanya berupa membaca,
menulis dan berhitung. Dilihat dari sisi kemanusiaan, pandangan kaum
industrialis mereduksi banyak kebutuhan anak didik. Intuisi tidak dikembangkan
dalam hal ini.
Industrialisasi
dapat dengan mudah ditemukan di sekitar kita. Ketika kita membiarkan anak menonton
tayangan televisi sepanjang harinya, untuk melewatkan waktu, tanpa
pendampingan, di mana sebagian besar tayangan totally bermuatan entertainment
saja, maka kita telah melakukan industrialisasi terhadap anak. Mengapa? Karena
kebutuhan anak yang lain menjadi tidak terpenuhi. Anak memerlukan bimbingan spiritual
untuk menumbuhkan ideologi asasi dalam dirinya. Anak perlu ditumbuhkan jiwa
seni, melalui sastra, menyanyi, dan sebagainya. Kata Umar bin Khatab r.a., “Ajarkan
sastra pada anak-anakmu, agar anak yang pengecut menjadi pemberani." Dalam referensi lain disebutkan, "Ajari anakmu sastra, agar hatinya menjadi lembut!"
Kaum
old humanist, bukan humaniora, mengarahkan kuat pandangan yang berpusat pada
diri manusia, bukan pada Tuhan. Artinya, aspek spiritual dinihilkan dalam hal
ini. Kaum industrialis, konservatif dan old humanis memiliki pandangan yang
hampir sama mengenai pendidikan. Ketiga ideology
ini mendefinisikan matematika sebagai body of knowledge. Maka, menurut ketiganya,
matematika juga merupakan struktur pengetahuan. Apa yang layak dikritisi dari
pandangan ini? Jika kita mengajarkan matematika sebagai struktur pengetahuan
saja, maka kita baru menempuh separuh dari matematika. Separuh yang akan
melengkapkan adalah intusi. Maka, matematika menjadi utuh ketika dipandang
sebagai struktur yang dibangun dalam kerangka intuisi ruang dan waktu. Masih
menurut kaum industrialis, konservatif
dan old humanis, ujian adalah eksternal tes, berupa ujian nasional.
Adapun kaum
progresif dan pendidikan untuk semua (education is for all) memiliki pandangan
yang bertolak belakang dengan pandangan tiga ideologi yang telah disebutkan di
atas. Bagi mereka, matematika adalah kegiatan, bahkan bagi kaum yang
berideologi education is for all, matematika dipandang sebagai kegiatan sosial.
Bagi keduanya, evaluasi dulakukan melalui portofolio. Saya beranggapan bahwa portofolio
mengandung makna bahwa evaluasi dilakukan dengan memandang proses.
Begitulah,
semua berdefinisi dengan masing-masing motif yang melatarbelakanginya. Lima ideologi
ini adalah yang pernah dan masih mewarnai kurikulum pendidikan di dunia.
Bagaimanapun wujud kurikulum di sebuah negara, dapat ditarik kepada ideologi
yang melandasinya. Pun di Indonesia saat ini di mana kurikulum 2013 akan segera
diberlakukan. Inilah dunia makro pendidikan. Adapun dunia mikro adalah yang ada
dalam pikiran kita masing-masing. Maka kita akan memiliki pandangan tersendiri
mengenai pendidikan, matematika menurut dunia makro kita masing-masing. Inilah sebenar-benar
kekuatan yang memuat daya ubah dalam dunia pendidikan yang kita tekuni saat
ini.
Lalu
bagaimanakah kita bersikap terhadap pandangan dalam dunia makro tersebut? Satu
hal penting adalah separuh dari matematika yang membuat matematika utuh, yaitu
intuisi. Intuisi adalah kerangka pendidikan. Intuisi adalah 80 % hidup kita.
Hilangnya intuisi berarti juga terancamnya keberadaan kehidupan. Maka penting
bagi kita untuk selalu menumbuhkan intuisi dalam diri kita dan juga dalam diri
anak didik kita. Maka, tanggung jawab kita adalah mengelola pendidikan yang
mampu menumbuhkan intuisi anak didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar